Rabu, 20 Februari 2013

MODEL REALISTIC MATHEMATICS EDUACATION (RME)




A.     Klasifikasi Pendidikan Matematika
            Treffers (Zulkardi, 2001: 2) mengklasifikasikan pendidikan matematika berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal. Matematisasi horizontal adalah proses matematika pada tahapan mengubah persoalan sehari-hari (situasi nyata) menjadi persoalan matematika sehingga dapat diselesaikan ke dalam simbol-simbol dan metode matematika. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses matematika pada tahapan penggunaan simbol matematika/proses pengorganisasian yang terjadi dalam sistem matematika itu sendiri. Dengan demikian matematisasi horizontal merupakan suatu proses yang diawali dari dunia nyata menuju dunia simbol dan matematisasi vertikal merupakan suatu perpindahan yang terjadi dalam dunia simbol itu sendiri.
Selanjutnya Treffers (Zulkardi, 2001: 9) mengklasifikasikan pendidikan matematika tersebut ke dalam empat klasifikasi, yaitu:
1.      Mechanistic, atau “Pendekatan tradisional” yang diartikan pada drill-practice dan pola atau pattern yang menganggap orang seperti mesin. Pada pendekatan ini, baik matematisasi horizontal maupun vertikal tidak digunakan.
2.      Empiristic. Pendekatan ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa dunia adalah realitas, siswa dihadapkan pada situasi nyata bahwa mereka harus menggunakan aktivitas horizontal matematisasi. Pendekatan ini secara umum jarang digunakan dalam matematika.
3.      Structuralistic. Pendekatan ini dikenal sebagai matematika moderen, didasarkan pada teori himpunan dan game yang bisa dikategorikan ke dalam RME matematisasi vertikal. Tetapi ditetapkan dari dunia yang dibuat secara adhoc (sementara), maksudnya didefinisikan sesuai dengan kebutuhan yang tidak ada kesamaan dengan dunia siswa.
4.      Realistic. Pendekatan ini menggunakan suatu situasi dunia nyata atau suatu konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini siswa melakukan matematisasi horizontal. Maksudnya siswa mengorganisasikan masalah dan mengidentifikasikan aspek masalah yang ada pada masalah tersebut, kemudian dengan menggunakan matematisasi vertikal siswa tiba pada tahap pembentukan konsep.

B.      Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
            Pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika merupakan suatu kerangka pembelajaran yang berlandaskan bahwa matematika adalah human activities, maka pendekatan matematika hendaknya menggambarkan aktivitas kehidupan manusia. Menurut pandangan ini bahwa matematika tidak lagi dipandang sebagai strict body of knowledge melainkan merupakan aktivitas yang dapat ditelusuri secara menyenangkan oleh siswa, karenanya pembelajaran matematika di kelas hendaknya memfasilitasi siswa untuk menemukan sendiri pola-pola atau algoritma (Permana, 2001: 1)
RME atau pembelajaran matematika realistik  adalah  pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri strategi atau cara penyelesaian masalah (student inventing sebagai kebalikan dari teacher teaching), dan pada akhirnya menggunakan matematika itu  untuk menyelesaikan masalah baik  secara individu  maupun kelompok. Pada pendekatan ini guru berperan  sebagai fasilitator, moderator dan evaluator, sementara siswa berpikir, mengkomunikasikan penalarannya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain (Zulkardi, 2001: 2).
            Menurut Freudenthal (Zulkardi, 1999) bahwa “Mathematics is a human activity and must be connected to reality”. Pertama, matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi. Kedua, matematika harus dekat terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Freudenthal (Turmudzi, 1999: 2) yang mengemukakan tentang “mathematization” sebagai karakteristik utama dari RME yaitu “What humans have to learn is not mathematics as a closed system, but rather as an activity, the process of  mathematizing reality and possible even that of mathematizing”.
            “Pendekatan matematika realistik pada hakikatnya adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menggunakan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik daripada masa yang lalu. Dalam pendekatan matematika realistik diharapkan terjadi urutan “situasi nyata” → “model situasi itu” → “model ke arah formal” (Soedjadi, 2001: 4).
Istilah “mathematization” oleh De Lange disejajarkan dengan “modelling” atau lebih tepatnya “Process of Modelling” . Menurut Janver (Turmudi, 1999: 2) modeling didefinisikan sebagai proses ganda yang melibatkan: 1) penciptaan suatu model dengan asumsi dan 2) mengecek selama fase validasi. Lebih lanjut menurut De Lange (Turmudi. 1999: 2) dijelaskan bahwa:
 “Proses mathematization akan memaksa siswa untuk mengeksploitasi situasi, mencari dan mengidentifikasi matematika yang relevan, menskemakan, memvisualisasikan, untuk menemukan keteraturan dan mengembangkan model yang mengahsilkan konsep matematika”.
           
C.      Prinsip-prinsip Realistic Mathematic Education (RME)
Berkaitan dengan proses pengembangan konsep matematika di atas, menurut Gravemeijer (1994) terdapat tiga prinsip utama dalam pendekatan matematika realistik yaitu: (a) Guided Reinvention and Progressive Mathematization (Penemuan terbimbing dan Bermatematika secara Progressif, (b) Didactical Phenomenology (Penomena Pembelajaran), dan (c) Self-developed Models (Pengembangan Model Mandiri).
Prinsip Penemuan terbimbing dimaksudkan, siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep matematika dengan menyelesaikan berbagai soal kontekstual yang sudah dikenal siswa. Bermatematika secara progressif dimaksudkan bermatematika secara horizontal dan vertikal. Matematika secara horizontal, siswa diharapkan mampu mengidentifikasi soal kontekstual sehingga dapat ditransfer ke dalam soal bentuk matematika berupa model, diagram, tabel (model informal) untuk lebih dipahami. Sedangkan matematika vertikal, siswa menyelesaikan  bentuk matematika formal atau non formal dari soal kontekstual dengan menggunakan konsep, operasi dan prosedur matematika yang berlaku.
Prinsip kedua, adanya penomena pembelajaran yang menekankan pentingnya soal kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa dengan mempertimbangkan kecocokan aplikasi konteks dalam pembelajaran dan kecocokan dampak dalam proses penemuan kembali bentuk dan model matematika dari soal kontekstual tersebut.
Prinsip   ketiga,  pengembangan   model  mandiri   berfungsi  untuk   menjembatani antara pengetahuan matematika non formal dengan formal dari siswa. Model matematika dimunculkan dan dikembangkan secara mandiri berdasarkan model-model matematika yang telah diketahui siswa. Di awali dengan soal kontekstual dari situasi nyata yang sudah dikenal siswa kemudian ditemukan model dari (model of) dari situasi tersebut (bentuk informal) dan kemudian diikuti dengan penemuan model untuk (model for) dari bentuk  tersebut (bentuk formal), hingga  mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk pengetahuan matematika yang standar.

.      Langkah-langkah Realistic Mathematic Education (RME)
Berdasarkan teori-teori tentang RME, dapat dirumuskan beberapa langkah pendekatan matematika realistik dalam pembelajaran matematika realistik sebagai berikut:
1. Langkah pertama:  Guru mengkondisikan kelas agar kondusif.
Pendekatan matematika realistik memerlukan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal. Oleh karena itu, guru sebagai fasilitator mengkondisikan kelas agar tercipta suasana yang kondusif dengan cara mengatur sarana dan prasarana belajar serta suasana belajar. Penyusunan kursi, meja dan papan tulis agar dapat digunakan untuk diskusi kelompok dan proses bimbingan oleh guru serta penyediaan media maupun alat peraga yang diperlukan untuk memahami masalah kontekstual maupun untuk memahami konsep dan algoritma dalam matematika. Penciptaan suasana belajar yang kondusif dengan cara menciptakan suasana yang demokratis dimana siswa dapat belajar dengan bebas. Langkah pertama ini sesuai dengan peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran matematika realistik.

2. Langkah kedua: Guru menyampaikan dan menjelaskan masalah kontekstual.
Guru menyampaikan dan menjelaskan masalah (soal) kontekstual, agar siswa dapat memahami masalah kontekstual dengan benar. Masalah kontekstual yang disampaikan guru dapat berupa masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dapat pula ha1-hal yang dapat difikirkan oleh siswa. Tema dari masalah kontekstual disesuaikan dengan konsep maupun algoritma yang ingin dipahami oleh siswa selain disampaikan oleh guru, masalah kontekstual dapat pula berasal dari siswa. Langkah kedua sesuai karakteristik pertama dan keempat dari pembelajaran matematika realistik yakni adanya masalah kontekstual serta interaksi antar siswa dan antara siswa dengan guru.

3. Langkah ketiga:  Siswa menyelesaikan masalah kontekstual.
Secara individual atau kelompok, siswa menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri dengan maupun tanpa bimbingan guru. Kegiatan penyelesaian soal bertumpu pada penemuan konsep maupun algoritma dalam matematika dilakukan siswa melalui kegiatan invention atau reinvention dengan cara memodelkan masalah secara informal yang dilanjutkan pada penyelesaian formal. Untuk memperoleh penyelesaian soal maupun penemuan konsep atau algoritma dalam matematika siswa selalu melakukan kegiatan refleksi yakni meninjau ulang hal yang telah dilakukan agar diperoleh hasil yang diharapkan.
Guru memotivasi dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep maupun dalam menemukan cara menyelesaikan masalah yang sesuai dengan cara mereka sendiri dengan memberikan petunjuk/saran. Dalam membimbing siswa memahami suatu konsep matematika, guru dapat mengkaitkan konsep yang akan dipahami tersebut dengan konsep lain pada topik yang berbeda yang telah dipahami oleh siswa. Dengan bantuan topik lain tersebut, siswa dapat terbantu dalam memahami suatu konsep dalam matematika.
Perbedaan proses maupun hasil dari penyelesaian suatu masalah oleh siswa sangat dimungkinkan, karena adanya perbedaan pengetahuan maupun pengalaman siswa sebelumnya. Adanya perbedaan kemampuan awal dari siswa membawa dampak terhadap perbedaan perlakuan yang dilakukan guru. Guru membimbing siswa sesuai dengan kemampuan dan karakteristiknya
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dari soal secara berkelompok, untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan pada diskusi kelas. Dalam diskusi, siswapun melakukan kegiatan refleksi terhadap hal yang telah diperoleh oleh siswa, baik mengenai pemahaman tentang masalah kontekstual, model masalah, cara menyelesaikan masalah dan jawaban dari masalah tersebut. Karakteristik pendekatan matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik ketiga, keempat dan kelima yaitu mengkaitkan sesama topik, penggunaan metode interaktif dan menggunakan ragam jawaban dan kontribusi siswa.

4. Langkah keempat: Penarikan kesimpulan.
Dan hasil diskusi kelompok maupun diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan terhadap penyelesaian suatu masalah kontekstual dan membuat generalisasi konsep atau algoritma yang ditemukan. Guru berperan sebagai mediator yang mengarahkan diskusi agar berlangsung secara dinamis dan demokratis, sehingga diperoleh hasil kesimpulan bersama.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini karakteristik keempat dan kelima yaitu adanya interaksi antara siswa dengan guru dan penghargaan terhadap ragam jawaban dan kontribusi siswa.

5. Langkah kelima: Penegasan dan pemberian tugas.
Hasil kesimpulan tentang penyelesaian dan masalah kontekstual dan hasil generalisasi dari suatu konsep maupun algoritma dalam matematika yang diperoleh ditegaskan kembali oleh guru. Hal ini dilakukan agar pemahaman yang telah diperoleh siswa menjadi lebih mantap. Untuk lebih memantapkan pengetahuan maupun keterampilan yang telah diperoleh siswa, maka guru memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan siswa secara individual maupun kelompok. Penyelesaian tugas tersebut dapat dilakukan di kelas maupun di rumah (PR).