Sabtu, 30 April 2011

Penilaian Berbasis Kelas


A.    Pengertian
Penilaian berbasis kelas adalah penilaian yang dilakukan oeleh guru dalam rangka proses pembelajaran. Penilaian berbasis kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru untuk menetapkantingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator pencapaian belajar yang terdapat dalam kurikulum.
Peranan guru menjadi semakin kompleks karena bukan hanya menjadi fasilitator didalam ruangan kelas melainkan juga menjadi designer (perancang) dariejumlah aspek yag menjadi bahan penilaian. Guru dituntut untuk mampu mendesain pembelajaran yang disusun secara sistematis dan kontinuitas, membuat agenda belajar, menyediakan kuis-kuis, menyusun modul dan merancang rubric yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan portofolio, product, project, performance.

B.     Karakteristik penilaian berbasis kelas
  1. Penilaian berbasis kelas merupakan bagian interal dalam proses pembelajaran, artinya bahwa penilaian ini dilakukan secara terus menerus dalam setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa baik di dalam maupun diluar kelas, seperti dilaboratorium atau dilapangan ketika siswa sedang melakukan proses pembelajaran.
  2. Penilaian berbasis kelas merupakan proses pengupulan informaisyang menyeluruh, artinya dalam penilaian ini guru dapat mengembangkan berbagai jenis evaluasi baik evaluasi yang berkaitan dengan pengujian dan pengukuran tingkat kognitif siswa seperti menggunakan tes maupun evaluasi terhadap perkembangan mental melalui penilaian tentang sikap, dan evaluasi terhadap produk ataukarya siswa.
  3. Hasil pengumpulan informasi ssimanfaatkan untuk menetapkan tingkat penguasaan kompetensi baik standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator hasil belajar seperti yang terdapat dalam kurikulum.
  4. Hasil pengumpulan informasi digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui proses perbaikan kualitas pembelajaran agar lebih efektif dan efisien


C.     Manfaat penilaian berbasis kelas
  1. Menjamin agar proses pembelajaran yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencapai kompetensi sesuai dengan kurikulum.
  2. Menentukan berbagai kelemahan dan kelebihan baik yang dilakukan siswa maupun guru selama proses pembelajaran berlangsung.
  3. Menentukan pencapaian kompetensi oleh siswa, apakah siswa telah mencapai seluruh kompetensi yang diharapkan atau belum.

D.    Prinsip penilaian berbasis kelas
Sebagai suatu proses, pelaksanaan penilaian berbasis kelas harus terencana dan terarah sesuai dengan tujuan pencapaian kompetensi. Hakekat penilaian berbasis kelas adalah untuk menigkatkan kualitas pembelajaran, bukan semata-mata alat untuk mengetahui penguasaan materi pelajaran. Oleh karena itulah dalam proses pelaksanaannya, guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Motivasi
Penilaian berbasis kelas diarahkan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa melalui upaya pemahaman akan kekuatan dan kelemahan yang dimilki baik oleh guru maupun siswa.

  1. Validitas
Penilaian diarahkan bukan semata-mata untuk melengkapi syarat administratif saja, akan tetapi diarahkan untuk memperoleh informasi tentang ketercapaian kompetensi seperti yang terumuskan dalam kurikulum.
  1. Adil
Penilaian berbasis kelas menekankan perlakuan yang adil kepada semua peserta didik. Artinya semua peserta didik harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk dinilai tanpa membedakan latar belakang sosial ekonomi, budaya, bahasa dan jenis kelamin.
  1. Terbuka
Penilaian berbasis kelas menekankan adanya keterbukaan, dimana semua pihak baik guru maupun peserta didik perlu mengenali kemampuan masing-masing, jenis penilaian maupun format penilaian yang akan digunakan.
  1. Berkesinambungan
Penilaian berbasis kelas pada hakekatnya merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Oleh karena itu penilaian harus dilakukan secara berencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh ganbaran tentang perkembangan belajar peserta didik. Hal ini dilakukan untuk melihat kesinambungan antara materi pokok yang satu dengan materi pokok yang lain.
  1. Bermakna
Penilaian ini harus tersusun dan terarah, sehingga hasilnya benar-benar memberikan makna kepada semua pihak khususnya kepada siswa itu sendiri. Melalui penilaian berbasis kelas, siswa akan mengetahui posisi mereka dalam perolehan kompetensi. Disamping itu mereka akan memahami kesulitan-kesulitan yang dirasakan dalam mencapai kompetensi. Dengan demikian hasil penilaian itu juga bermakna bagi guru temasuk bagi orang tua dalam memberikan bimbingan kepada setiap siswa dalam upaya memperoleh kompetensi sesuai dengan target kurikulum.
  1. Menyeluruh
Penilaian berbasis klas dilakukan dengan berbagai teknik dan prosedur untuk menjamin tersedianya informasi yang utuh dan lengkap tentang kinerja peserta didik, baik yang mencakup aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Guru hendaknya menggunakan semua jenis penilaian seperti penilaian tertulis, penilaian project, penilaian penampilan, penilaian portofolio yang sangat bergantung kepada tuntutan kompetensi yang terdapat dalam kurikulum.
  1. Edukatif
Hasil penilaian berbasis kelas tidak semata-mata diarahkan untuk memperoleh gambaran kemampuan siswa dalam pencapaian kompetensi melalui angka yang diperoleh, akan tetapi hasil penilaian harus memberikan umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru maupun siswa, sehingga hasil belajar lebih optimal. Dengan demikian proses penilaian tidak semata-mata tidak tanggung jawab guru akan tetapi juga merupakan tanggung jawab siswa.

E.     Dasar penilaian berbasis kelas
Penerapan penilaian berbasis kelas dilakuakn sesuai dengan jenis dan bentuk penilaian yang digunakan dikelas. Dalam penggunaan penilaian berbasis kelas, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Guru terlebih dahulu memahami kondisi peserta didik sehingga mampu menerapkan pengajaran yang tepat.
  2. Menjelaskan tujuan kegiatan pembelajaran.
  3. Menentukan kompetensi peserta didik
  4. Memilih teknik penilaian berbasis kelas yang tepat.
  5. Memilih gaya pengajaran secara konsisten sehingga dapat diterapkan dengan mudah.
  6. Guru dan peserta didik mampu menggunakan informasi hasil belajar peserta didik secara maksimal.
  7. Mampu menelaah hasil teknik penilaian.
  8. Mampu mengetahui teknik penilaian yang digunakan.

F.      Jenis penilaian berbasis kelas
Jenis penilaian sangat bergantung kepada kompetensi dasar maupun indikator  yang di uraikan dalam kurikulum.
  1. Tes tertulis
Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes Tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya.
  1. Tes perbuatan
Tes perbuatan dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung yang memungkinkan terjadinya praktek.
  1. Pemberian tugas
Pemberian tugas dilakukan untuk semua mata pelajaran mulai awal kelas sampai akhir kelas sesuai dengan materi pelajaran dan perkembangan peserta didik. Pelaksanaan pemberian tugas perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Jumlah tugas yang diberikan tidak memberatkan peserta didik.
2.      Jenis dan materi pemberian tugas harus didasarkan kepada tujuan pemberian tuigas.
3.      Tugas dapat mengembangkan kreatifitas dan rasa tanggung jawab serta kemandiriran siswa.
  1. Penilaian proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.
Dalam penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
v  Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik dan mencari informasi serta dalam mengelola waktu pengumpulan data dan penulisan laporan.

v  Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran/program keahlian, dalam hal ini mempertimbangkan tahap pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman dalam pembelajaran.
v  Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru, du/di, penilai pada proyek peserta didik, dalam hal ini petunjuk atau dukungan.

  1. Penilaian produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap keterampilan dalam membuat suatu produk dan kualitas produk tersebut. Penilaian produk tidak hanya diperoleh dari hasil akhir saja tetapi juga proses pembuatannya. Penilaian produk meliputi penilaian terhadap kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.

ETIKA DAN PROFESI GURU


A.  Pengertian Sikap Profesional
Sikap adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang dan kesediaan bereaksi individu terhadap suatu obyek tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah profesional ditemukan sebagai berikut: profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu. Profesional adalah 1) bersangkutan dengan profesi, 2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan 3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukanya.[1]
Berbicara tentang sikap profesional guru tidak terlepas dari kompetensi. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasi oleh guru atau dosen dalam melaksankan tugas keprofesionalan.[2]
Salah satu dari kompetensi adalah seperangkat perilaku, dimana dapat dikategorikan kepada kompetensi kepribadian. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.[3]
Guru sebagai pendidik yang profesional mempunyai citra yang baik di tengah-tengah masyarakat. Dan dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan dan teladan bagi masyarakat.
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap professional guru adalah suatu tindakan atau perilaku seorang guru terhadap profesinya, dimana ia harus mempunyai kepribadian yang mantap dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didiknya.


B.  Sasaran Sikap Profesional
Masyarakat terutama akan melihat sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Pola tingkah laku yang berhubungan dengan sasarannya yaitu[4]:
a.     Sikap Terhadap Peratuan Perundang-Undangan
Pada butir 9 Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa: Guru melakanakan segala kebijakan pemerintuah untuk bidang pendidikan.” Kebijakan pendidikan di Negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan mengeluarkan ketentuan–ketentuan dan peraturan peraturan yang merupakan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh apratnya, yang meliputi pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan dan lain-lain.
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi Negara harus memiliki sikap mematuhi peraturan perundang-undangan dengan tujuan antra lain:
1)      guru ikut serta dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional di dunia.
2)      Menjadi suri tauladan bagi komponen peserta didik dan masyarakat sekitar.

b.    Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan agar lebih berdaya guna dan berhasil sebagai wadah menyalurkan aspirasi guru-guru untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dasar ini menunjukkan betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai oraganisasi profesi memerlukan pembainaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Organisasi PGRI merupakan suatu sistem, dimana unsur pembentuknya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
Maka dari itu setiap anggota harus memberikan waktu sebagiannya untuk kepentingan pembinaan profesinya dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi efektif dan efisien
Dalam dasar keenam dari kode etik disebutkan bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu meningkatkan mutu dna martabat profesi guru itu sendiri. Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbaga cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, dan sebagainya.

c.     Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahwa guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. Itu berarti guru hendaknya kerja dan hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan di dalam maupun di luar sekolah.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia menunjukkan betapa pentingnya hubungan yang hormonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi.
Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
b.    Hubungan formal
Hubungan formal merupakan hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan.
c.    Hubungan Kekeluargaan
Hubungan kekeluargaan merupakan hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan.


1)        Hubungan Guru berdasarkan Lingkungan Kerja
Dalam setiap sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan beberapa orang guru dan ditambah beebrapa orang personel sekolah lainnya. Berhasil tidaknya sekolah membawa misinya tergantung dari warga sekolah itu tersebut. Agar setiap personel sekolah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mutlak adanya hubungan baik dan harmonis antar sesame personel yaitu hubungan baik anatara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, kepala sekolah atau guru dengan personal lainnya, dan personal lainnya juga harus mampu menciptakan hubungan baik dengan peserta didik di sekolah tersebut.
Sikap profesional lainnya yang harus dtumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling menghargai, saling pengertian dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang akan tumbuh rasa senasib dan sepenanggungan serta menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri, serta mengorbankan kepentingan orang lain (Hermawan, 1979).
2)        Hubungan Guru berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Jika dilihat saat sekarang ini, persaudaraan yang terjalin antar sesama guru masih kurang untuk itu masih sangat perlu ditumbuhkan, sehingga kelak akan terjalinnya persaudaraan yang kokoh dan baik.

C.  Ciri-Ciri Sikap Professional
Pada Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional Bab XI tentang pendidikan dan tenaga pendidik pasal 40 ayat 2:
Pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban:
a.       Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b.      Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
c.       Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Guru merupakan jabatan profesional yang memerlukan keahlian khusus atau kompetensi dan salah satunya adalah kompetensi kepribadian yang memiliki kriteria sebagai berikut[5]:
a.       Berkepribadian/ berjiwa Pancasila.
b.      Mampu menghayati GBHN.
c.       Mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang kepada anak didik.
d.      Budi pekerti yang luhur.
e.       Berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal.
f.       Mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa.
g.      Mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab yang besar tugasnya.
h.      Mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi.
i.        Bersifat terbuka, peka, dan inovatif.
j.        Menunjukkan rasa cinta kepada profesinya.
k.      Ketaatannya akan disiplin.
l.        Memiliki sense of humor.










[1] http://litbangagamajkt.org/wp-content/uploads/2008/08/mulyana_prof_guru_banten.pdf
[2] Depag,  UU dan PP tentang Pendidikan, (Jakarta: Depag, 2006),  hal 84
[3] Ibid, hal 131
[4] Soetjipto, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 43-49
[5] Oemar Malik, Pendidikan Guru berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal 37

KURIKULUM


A.    Pengertian Kurikulum
1.      Secara Etimologi
           Secara etimologis kurikulum berasal dari bahasa yunani yaitu curir yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Istilah kuriklum berasal dari dunia olah raga pada zaman romawi kuno di yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yan harus ditempuh oleh pelari dari dgaris star sampai garis finis.[1]

2.    Secara Terminologi
Para ahli telah banyak mendefinisikan kurikulum diantaranya:
    1. Corow and crow, mendefinisikan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untk memperoleh ijazah.
    2. M. Arifin, memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kepndidikan dalam suatu sistem istitusional pendidikan.
    3. Zakiah Daradjat, memandang kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.
    4. Dr. Addamardasyi Sarhan dan Dr. Munir Kamil yang disitir oleh Al-Saybani bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga dan kesenian yang disediakan oleh kepala sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolong untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.[2]

Jadi dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian kurikulum adalah suatu perencanaan yang sistematis yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, serta evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapai tujuan pendidikan.

B.     Komponen Kurikulum
Komponen kurikulum meliputi[3] :
1.      Tujuan Kurikulum
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu Setiap tujuan tersebut minimal ada tiga domain yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.      Isi Kurikulum
Berupa materi pembelajaran yang diprogram untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Materi tersebut disusun kedalam bentuk silabus, dan dalam mengaplikasikannya dicantumkan dalam satuan pembelajaran dan rencana pembelajaran.
3.      Media ( Sarana dan Prasarana )
Media sebagai sarana perantara dalam pembelajaran untuk menjabarkan isi kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Media tersebut berupa benda dan non benda.
4.      Strategi
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta teknik mengajar yang digunakan.
5.      Proses Pembelajaran
Melalui proses pembelajaran akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan kurikulum.
6.      Evaluasi
Dengan evaluasi (penilaian) dapat diketahui cara pencapaian tujuan.


C.     Prinsip Pengembangan Kurikulum
Agar kurikulum dapat berfungsi sebagi pedoman maka ada sejumlah prinsip dalam proses pengembangannya.
1.      Prinsip Relevansi
Kurikulum merupakan rel-nya pendidikan untuk membawa siswa agar dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakat serta membekali siswa baik dalam bidang pengetahuan, sikap maupun keterampilan sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Oleh sebab itu pengalaman-pengalaman belajar yang disususun dalam kurikulum harus relevan dengan kebutuhan masyarakat. Inilah yang disebut dengan prinsip Relevansi.
2.      Prinsip Fleksibelitas
Apa yang diharapkan dalam kurikulum ideal kadang-kadang tidak sesuai  dengan kondisi kenyataan yang ada. Bisa saja ketidak sesuaian itu ditunjukan oleh kemampuan guru yang kurang latar belakang atau kemampuan dasar siswa yang rendah, atau mungkin sarana dan prasarana yang ada disekolah tidak memadai.kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel. Artinya, kurikulum itu harus bisa dilaksanakan dengan sesuai dengan kondisi yang ada. Kurikulum yang kaku atau tidak fleksibel akan sulit diterapkan.
Prinsip fleksibelitas memiliki dua sisi: Pertama, fleksibel bagi guru yang artinya kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program pengajarannya sesuai dengan kondisi yang ada. Kedua, fleksibel bagi siswa, artinya kuriulum harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa.
3.      Prinsip Kontinuitas
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa perlu dijaga sealing keterkaitan dan kesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai jenjang dan jenis program pendidikan. Dalam penyusunan materi pelajaran perlu dijaga agara apa yang diperlukan untuk mempelajari suatu materi  pelajaran pada jenjang yang lebih tinggi telah diberikan dan dikuasai oleh siswa pada waktu mereka berada pada jenjang sebelumnya. Prinsip ini sangat penting bukan hanya untuk menjaga agara tidak terjadi pengulangan materi pelajaran yang memungkinkan program pengajaran tidak efektif dan efisien, akan tetapi juga untuk keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran pada jenjang pendidikan tertentu.
4.      Efektifitas
Prinsip efektifitas berkenaan dengan rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua sisi efektifitas dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertama, efektifitas berhubungan dengan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Kedua, efektifitas kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar.
Efektifitas kegiatan guru berhubungan dengan keberhasilan mengimplementasikan program sesuai dengan perencanaan yang telah disesuaikan. Efektifitas kegiatan siswa berhubungan dengan sejauh mana siswa mencapai tujuan yang telah ditentukan sesuai dengan jangka waktu tertentu.
5.      Efisiensi
Prinsip efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, suara dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh. Kurikulum dikatakan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi apabila dengan sarana, biaya yang minimal dan waktu yang terbatas dapat memperoleh hasil yang maksimal. Betapapun bagus  dan idealnya suatu kurikulum manakala menuntut peralatan, sarana dan prasarana yang sangat khusus serta mahal pula harganya, maka kurikulum itu tidak praktis dan sukar untuk dilaksanakan. Kurikulum harus dirancang untuk dapat digunakan dalam segala keterbatasan.[4]



[1] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Ananlisa Psikologi Pendidikan. (Jakarta : Pustaka Al-Husna), 1986. hal : 176
[2] HM. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara), 1991. Hal : 183
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia).2006. Hal: 153
[4] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : Kencana).2008. Hal: 39